Menyelami Kultur Tribun Lewat Film Ultras

Entah faktor gaya, bahasa atau selera, nyatanya Ultras yang bercokol dalam rekomendasi film Netflix tidak sebagus kelihatannya. Green Street Holigans, Football Factory atau bahkan Romeo dan Juliet Lokal rasanya jauh masih lebih baik menggambarkan dinamika kehidupan supporter sepakbola. Setidaknya intriknya film-film supporter tadi masih masuk akal dibanding film ini.

Bukan Netflix rasanya bila tidak memberikan film-film yang memiliki kedekatan pada realita dan problematika yang ada. Seperti dibawanya film berjudul Ultras yang jelas kian membaiat diri perusahaan film ini merasuk dan menjabat seluruh lapisan kelas yang ada di dunia.

Film ini bercerita tentang kehidupan para hooligans tanah Italia atau yang lebih umum disebut Ultras. Film besutan sutradara Francesco Lettieri ini memfokuskan pelik masalah dalam diri ultras paruh baya bernama Sandro yang dikenal sebagai presiden supporter bola kota Naples bernama Apache.

Sandro yang kian muak dengan kehidupan sarat kriminalitas dan kekerasannya ini merasa dirinya harus cepat mengakhiri hubungan dan pensiun dari nama besarnya. Namun petaka menghentikan langkahnya lewat setiap seteru dan keharusannya menjaga Angelo, adik bungsu dari almarhum teman lamanya.

Sementara alih-alih menarik massa, apa yang disajikan dalam 1 jam 48 menit durasi penayangan Ultras tentang dinamika kehidupan supporter sepakbola di Italia banyak dibantah keabsahahnnya. Metaforanya yang jelas terasa dan plot cerita ngalor-ngidul sebebasnya adalah bukti nyata kegagalan sinema ini.

Ultras dianggap sama sekali tidak mencerminkan bagaimana ekosistem dalam dunia supporter sepakbola. Drama yang disajikan terlalu pelik merembet dan gaya yang dipilih sama sekali tidak pas bahkan jauh dari fakta-fakta yang ada.

Parahnya, para Ultras dalam film fiksi ini lebih dianggap sebagai cerminan berandalan kota dan gangster, alih-alih merepresentasikan kehidupan gila namun tetap fashionable para kuncen-kuncen tribun stadium yang penuh solidaritas, kekeluargaan dan militansi.

Pokok permasalahannya pun dianggap cukup klise. Perbedaan pendapat antara senior-junior dalam kubu firma supporter sepakbola adalah isu lama yang tidak lagi jadi masalah besar di dewasa ini. Catatan tambahan mungkin ada lagi pada ending kurang bahagia dan tidak jelasnya.

Apa yang tercerita dalam Ultras nyatanya masih tidak dapat menandingi cerita supporter tanah Britania sekaliber Green Street Hooligans ataupun Football Factory yang terasa nyata kultus kedekatannya.

Bagaimana menurut kalian para pecinta film nih, terlihat seru kan untuk di tonton. Akan tetapi, ada juga yang tak kalah seru dari film tersebut, yaitu bermain slot, permainan slot hanyalah untuk mencari kesenangan dan jika memang menang itu hanyalah bonus dari keberuntungan.

No Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published.